Bersyukur : “Lainsyakartum la aziidanakum, walainkafartum inna’adzabii lasyadiid.”
لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
“Lainsyakartum
la aziidanakum, walainkafartum inna’adzabii lasyadiid.” (QS. Ibrahim : 7)
Artinya kurang lebih : Sesungguhnya apabila kamu bersyukur
maka akan kutambah nikmatku untukmu, namun sesungguhnya apabila kamu kufur
(mengingkari nikmat) maka sesungguhnya adzabku sangat pedih.
Ya mungkin Firman Alloh tersebut sudah familiar di telinga
kita, maka dalam kesempatan ini bukan maksud saya untuk menggurui namun hanya
sebatas berbagi dan lebih sebagai tadzkiroh (pengingat) bagi diri sendiri. Alloh
dalam ayat tsb telah menjanjikan pada umat manusia tatkala manusia bersyukur
maka Alloh tidak segan-segan untuk menambah nikmat-Nya, namun sebaliknya
apabila manusia tidak pandai bersyukur atau mengingkari nikmat-Nya maka ancaman
adzab atau siksaan yang pedih jelas adanya.
Oleh karena itu sebagai makhluk-Nya tidak ada pilihan lain
bahwa kita harus pandai bersyukur, tentu saja syukur dalam hati, lisan dan
perbuatan. Dalam hati kita bersyukur dengan meyakini bahwa pada hakikatnya
seluruh nikmat yang kita rasakan adalah anugrah dari Alloh SWT. Syukur dengan
lisan adalah selain melafadhkan kalimat hamdalah (“Alhamdulillahirobbil’aalamiin...”)
juga kita wujudkan dengan ucapan-ucapan lisan yang baik dan bernilai ibadah.
Sedangkan syukur melalui perbuatan adalah dengan mewujudkannya dalam bentuk
amalan perbuatan yang baik, dengan kata lain kita menggunakan segala kenikmatan
yang diberikan Alloh untuk melakukan perbuatan yang baik dan tentu bernilai
ibadah.
Janji Alloh itu sendiri jelas dan terang bahwa apabila kita
sebagai makhluk ciptaan-Nya bersyukur maka akan ditambahlah nikmat-Nya.
Ditambah di sini tentu mengandung maksud secara kuantitas dan atau kualitas.
Boleh jadi secara kuantitas (nominal atau jumlah) nikmat-Nya tidak bertambah,
tetapi secara kualitas (nilai) bertambah. Sebagai contoh sederhana, mungkin
penghasilan kita tetap namun dibalik itu secara kualitas ibadah kita dan
keluarga kita meningkat, artinya di situ ada keberkahan.
Bertambah-Nya nikmatpun tidak serta merta saat itu juga atau
saat di dunia, namun boleh jadi akan diberikan Alloh saatnya nanti di akhirat.
Bahkan Guru saya pernah berpesan agar dalam beribadah janganlah kita pamrih
mengharapkan selain keridhoan Alloh SWT, karena dikhawatirkan pahala atau
imbalan yang kita peroleh sebatas pamrih kita dan di akhirat nanti kita tidak
beroleh apa-apa karena ibadah kita sudah dibalas pada saat di dunia. Yuk
marilah kita bersyukur... Wallohu a’lam.
Keren...
BalasHapus